BAB I
PENDAHULUAN
Ajaran agama mengandung
nilai moral dan prilaku yang melahirkan konsekuensi pada pada pemeluknya untuk
pengamalan nilai moral. Nilai moral tersebut ke dalam prilaku keseharian. Namun
tidak semua individu yang memilki kematangan beragama yang berpeluang untuk
mengwujudkannya. Salah satu ciri pribadi yang matang beragama dittandai dengan
dimilikinya konsisten antara nilai moral. Moral agama yang tertanam dalam
diri individu dengan perilaku keseharian yang dimunculkan.
Dengan bahasa yang
sederhana dapat diungkapkan bahwa apabila individu apabila individu matang
dalam beragamanya, maka indivi tersebut akan konsisiten dalam ajaran agamanya.
Konsisten ini akan membawa individu untuk berperilaku sesuai dengan ajaran
agamanya. Lebih jauh lagi, melalui kematangan dalam kehidupan beragama individu
akan mampu mengintegrasikan atau menyatukan ajaran agama dalam seluruh aspek
kehidupan.
Secara khusus,
keberagamaan yang matang akan lebih mendorong umat untuk berprilaku sesui
dengan ajaran agamanya dalam setiap sisi kehidupan. Begitu pula dengan
masyarakat indonesia yang merupakan masyarakat yang memiliki landasan
keberagamaan yang kental.
Kematangan beragama
dapat dipandang sebagai keberagamaan yang terbuka pada semua fakta, nilai-nilai
serta memberi arah pada kerangka hidup, baik secara teoritis maupun praktek
dengan tetap berpegang teguh pada ajarannya. Untuk menambah wawasan kita pada
mata kuliah psikologi agama, maka dalam
makalah ini kami akan membahas tentang
kriteria orang yang matang dalam bergama.
BAB II
PEMBAHAHASAN
A. Kriteria Orang Yang
Matang Beragama
Kematangan beragama
adalah kemampuan seseorang untuk mengenali atau memahami nilai agama yang
terletak pada nilai-nilai luhurnya serta menjadikan nilai-nilai dalam berikap
dan bertingkah laku merupakan ciri dari kematangan bergama. Jadi, kematangan
beragama terlihat dari kemampuan seseorang untuk memahami nilai-nilai luhur
agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari.
Kematangan beragama
atau kedewasaan seseorang dalam bergama biasanya ditunjukkan dengan kesadaran
keyakinan yang teguh karena menganggap benar akan agama yang dianutnya dan ia
memerlukan agama tersebut dalam hidupnya.
Manusia mengalami dua
macam perkembangan yaitu perkembangan jasmani dan perkembangan rohani.
perkembangan jasmani diukur berdasarkan umur kronologis. puncak perkembangan
jasmani yang dicapai manusia disebut kedewasaan. sebaliknya, perkembangan
rohani diukur berdasarkan tingkat kemampuan (abilitasi). Pencapaian tingkat
abilitasi tertentu bagi perkembangan rohani biasa disebut dengan istilah
kematangan (maturity). Berdasarkan ilmu psikologi agama, latar belakang
psikologis baik diperoleh berdasarkan faktor intern maupun hasil pengaruh
lingkungan memberi ciri pada pola tingkah laku dan sikap seorang dalam
bertindak.
Dengan demikian,
Kematangan beragama dapat dipandang sebagai keberagamaan yang terbuka pada
semua fakta, nilai-nilai, serta memberi arah pada kerangka hidup, baik secara
teoritis maupun praktek dengan tetap berpegang teguh pada ajaran agama.
Dalam buku The varieties of religious experience
William James menilai secara garis besar sikap dan prilaku keagamaan itu dapat
dikelompokkan menjadi dua tipe, yaitu:
1. Tipe orang yang sakit jiwa (The sick soul)
Menurut William james, sikap keberagamaan orang yang
sakit jiwa ditemui pada orang yang pernah mengalami latar belakang kehidupan
keagamaan yang terganggu misal seseorang menyakinkan suatu agama dikarenakan
oleh adanya penderitaan batin antara lain mungkin diakibatkan oleh musibah.
konflik batin atau pun sebab lainnya yang sulit diungkapkan secara ilmiah.
2. Tipe orang yang sehat jiwa (Healthy-Mindednes)
Ciri dan sifat agama pada orang yang sehat jiwa
menurut N. Star buck yang dikemukankan oleh W. Houston clark dalam bukunya
Religion Psychology adalah Optimis dan gembira.
Orang yang sehat jiwanya menghayati segala bentuk
ajaran agama dengan perasaan optimis. pahala menurut pandangannya adalah
sebagai hasil jerih payahnya yang diberikan Tuhan. Sebaliknya, segala bentuk
musibah dan penderitaan dianggap sebagai keteledoran dan kesalahan yang di
buatnya tidak beranggapan sebagai peringatan Tuhan terhadap dosa manusia,
mereka yakin bahwa Tuhan bersifat pengasih dan penyayang dan bukan pemberi
azab.
B. Orang yang Matang
Beragama Menurut Al-Qur’an
Kriteria yang diberikan
oleh Al-Qur'an bagi mereka yang dikategorikan orang yang matang beragama Islam
cukup bervariasi. Seperti pada sepuluh ayat pertama pada Surah Al-Mu'minun dan
bagian akhir dari Surah Al-Furqan.
1. Mereka yang khusyu' shalatnya
2. Menjauhkan diri dari (perbuatan-perbuatan) tiada berguna
3. Menunaikan zakat
4. Menjaga kemaluannya kecuali kepada isteri-isteri yang sah
5. Jauh dari perbuatan melampaui batas (zina, homoseksual, dan lain-lain)
6. Memelihara amanat dan janji yang dipikulnya
7. Memelihara shalatnya (QS. Al-Mu'minun : 1 - 10)
8. Merendahkan diri dan bertawadlu'
9. Menghidupkan malamnya dengan bersujud (Qiyamullail)
10. Selalu takut dan meminta ampunan agar terjauh dari jahanam
11. Membelanjakan hartanya secara tidak berlebihan dan tidak pula kikir
12. Tidak menyekutukan allah, tidak membunuh, tidak berzina
13. Suka bertaubat, tidak memberi persaksian palsu dan jauh dari perbuatan
sia-sia, memperhatikan Al-Qur'an, bersabar, dan mengharap keturunan yang
bertaqwa (QS. Al-Furqan : 63 - 67)
C.
Orang yang matang beragama menurut As-Sunnah
Rasulullah
SAW memberikan batas minimal bagi seorang yang disebut muslim yaitu disebut
muslim itu apabila muslim-muslim lain merasa aman dari lidah dan tangannya (HR.
Muslim). Sementara ciri-ciri lain disebutkan cukup banyak bagi orang yang
meningkatkan kualitas keimanannya. Sehingga tidak jarang Nabi SAW menganjurkan dengan
cara peringatan, seperti: "Barangsiapa beriman kepada Allah dan Rasul-Nya
hendaknya dia mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya
sendiri" (HR. Bukhari). "Tidak beriman seseorang sampai tetangganya
merasa aman dari gangguannya" (HR. Bukhari dan Muslim). "Tidak beriman
seseorang kepada Allah sehingga dia lebih mencintai Allah dan Rasul-Nya dari
pada kecintaan lainnya..."
Dengan demikian petunjuk-petunjuk itu mengarahkan kepada seseorang
yang beragama Islam agar dia menjaga lidah dan tangannya sehingga tidak
mengganggu orang lain, demikian juga dia menghormati tetangganya, saudara
sesama muslim dan sangat mencintai Allah Dan Rasul nya.
Ringkas kata, dia berpedoman kepada petunjuk Al-Qur'an dan
mengikuti contoh praktek Rasulullah SAW, sehingga dia betul-betul menjaga hubungan
"hablum minallah" (hubungan vertikal) dan "hablum
minannaas" (hubungan horizontal).
Peringatan shahabat Ali r.a. bahwa klimaks orang ciri keagamaannya
matang adalah apabila orang tersebut bertaqwa kepada Allah SWT. Dan inti taqwa
itu ada empat, yaitu:
1.
Mengamalkan
isi Al-Qur'an
2.
Mempunyai
rasa takut kepada Allah sehingga berbuat sesuai dengan perintah-perintah Nya
dan meninggalkan larangan-Nya
3.
Merasa
puas dengan pemberian atau karunia Allah SWT meskipun terasa sedikit
4.
Persiapan
untuk menjelang kematian dengan meningkatkan kualitas keimanan dan amal shaleh.
Sedangkan Ibnul Qoyyim, ulama abad ke 7, menyebutkan bahwa orang yang matang beragama mempunyai 9
kriteria, yaitu:
1.
Dia
terbina keimanannya yaitu selalu menjaga fluktualitas keimanannya agar selalu
bertambah kualitasnya
2.
Dia
terbina ruhiyahnya yaitu menanamkan pada dirinya kebesaran dan keagungan Allah
serta segala yang dijanjikan di akherat kelak, sehingga dia menyibukkan diri
untuk meraihnya
3.
Dia
terbina pemikirannya sehingga akalnya diarahkan untuk memikirkan ayat-ayat
Allah Al-Kauniyah (cipataan-Nya) dan Al-Qur'aniyah (firman-Nya).
4.
Dia
terbina perasaannya sehingga segala ungkapan perasaan ditujukan kepada allah,
senang atau benci, marah atau rela, semuanya karena Allah.
5.
Dia
terbina akhlaknya dimana kepribadiannya di bangun diatas pondasi akhlak mulia
sehingga kalau berbicara dia jujur, bermuka manis, menyantuni yang tidak mampu,
tidak menyakiti orang lain dan berbagai akhlak mulia
6.
Dia
terbina kemasyarakatannya karena menyadari sebagai makhluk sosial, dia harus
memperhatikan lingkungannya sehingga dia berperan aktif mensejahterakan
masyarakat baik intelektualitasnya, ekonominya, kegotang-royongannya, dan
lain-lain
7.
Dia
terbina keamuannya sehingga tidak mengumbar kemauannya ke arah yang distruktif
tetapi justru diarahkan sesuai dengan kehendak Allah. Kemauan yang mendorongnya
selalu beramal shaleh
8.
Dia
terbina kesehatan badannya karena itu dia memberikan hak-hak badan untuk
ketaatan kepada Allah karena Rasulullah SAW bersabda : "Orang mukmin yang
kuat itu lebih baik dan dicintai Allah daripada mukmin yang lemah" (HR.
Ahmad)
9.
Dia
terbina nafsu seksualnya yaitu diarahkan kepada perkawinan yang dihalalkan
Allah SWT sehingga dapat menghasilkan keturunan yang shaleh dan bermanfaat bagi
agama dan negara.
D. Kriteria Orang Yang Matang Bergama Menurut Ahli
(Allport: 1993)
Allport, Memberikan Ciri-Ciri Individu Yang Memiliki
Kematangan Bergama Yaitu Sebagai Berikut:
1. Kemampuan Melakukan Differensi, Artinya Kemampuan Differensi Dengan Baik
Dimaksudkan Sebagai Individu Dalam Bersikap Dan Berperilaku Terhadap Agama
Secara Objektif, Kritis, Reflektif, Berpikir Terbuka Atau Tidak Dogmatis.
Individu Yang Memiliki Kehidupan Bergama Yang Differensiasi, Akan Mampu
Menempatkan Rasio Sebagai Salah Satu Bagian Dari Kehidupan Bergamanya, Sehingga
Pandangan Terhadap Agama Menjadi Lebih Kompleks Dan Realistis, Tidak Terjebak
Dengan Pemikiran Yang Dogmatis.
2. Berkarakter Dinamis, Artinya Apabila Individu Telah Berkarakter Dinamis,
Agama Telah Mampu Mengontrol Dan Mengarahkan Motif-Motif Dan Aktivitasnya.
Aktivitas Keagamaan Semuanya Dilaksanakan Demi Kepentingan Agama Itu Sediri.
3. Konsistensi Moral, Kematangan Beragama Ditandai Dengan Konsistensi Individu
Pada Konsikuensi Moral Yang Dimiliki Dengan Ditandai Oleh Keselarasan Antara Tingkah
Laku Dengan Nilai Moral. Salah Satunya Adalah Adanya Keselarasan Dan Kesamaan
Antara Tingkah Laku Dengan Nilai Agama, Kepercayaan Tentang Agama Yang Intens
Akan Mampu Mengubah Atau Memtransfomasikan Tingkah Laku.
4. Komprehensif, Kebergamaan Yang Komprehensif Dapat Diartikan Segabai
Kebaragamaan Yang Luas, Universal Dan Toleran Dalam Arti Mampu Menerima
Perbedaan.
5. Integral, Keberagamaan Yang Matang Akan Mammpu Mengintegrasikan Atau
Menyatukan Agama Dengan Segenap Aspek-Aspek Lain Dalam Kehidupan Termasuk Di
Dalamnya Dengan Ilmu Pengetahuan
6. Heuristik, Ciri Heuristik Dari Kematangan Beragama Berarti Individu Akan
Menyadari Keterbatasannya Dalam Beragama, Serta Selalu Berusaha Untuk
Meningkatkan Pemahaman Dan Penghayatan Dalam Bergama.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
ü Kematangan beragama atau kedewasaan seseorang dalam bergama biasanya
ditunjukkan dengan kesadaran keyakinan yang teguh karena menganggap benar akan
agam yang dianutnya dan ia memerlukan agama dalam hidupnya.
ü Kematangan beragama dapat dipandang
sebagai keberagamaan yang terbuka pada semua fakta, nilai-nilai serta memberi
arah pada krangka hidup, baik secara teoritis maupun praktek dengan tetap
berpegang teguh pada ajaran agama.
ü Kemampuan Melakukan Differensi,
Artinya Kemampuan Differensi Dengan Baik Dimaksudkan Sebagai Individu Dalam
Bersikap Dan Berperilaku Terhadap Agama Secara Objektif, Kritis, Reflektif,
Berpikir Terbuka Atau Tidak Dogmatis. Individu Yang Memiliki Kehidupan Bergama
Yang Differensiasi, Akan Mampu Menempatkan Rasio Sebagai Salh Satu Bagian Dari
Kehidupan Bergamanya, Sehingga Pandangan Terhadap Agama Menjadi Lebih Kompleks
Dan Realistis.
B. Saran
Marilah kita usahakan
supaya kita menjadi orang yang matang beragama dalam beragama, sebab orang yang
matang baragama akan mendapat dua kebahagian dunia dan akhirat, jangan sampai
kita termasuk kedalam orang yang ikut-ikutan beragama tapi kita tidak
memahaminya.
DAFTAR PUSTAKA
Jalaludin. Psikologi Agama Edisi Refisi 2002, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
TUGAS MAKALAH
DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS PADA MATA KULIAH PSIKOLOGI AGAMA
Yang Diampu Oleh Bapak Drs. H. Dulhadi, M.Pd
DISUSUN OLEH:
KASMIATI
DEDY AFRIANSA RITONGA
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PONTIANAK
2012
makasih, saya menemukan blog ini......
BalasHapusmakasich ea mas blog mas sangat membantu saya
BalasHapus